KPK Tahan Mantan Ketua DPRD Tulungagung


KPK Tahan Mantan Ketua DPRD Tulungagung Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya. (CNN Indonesia/Andry Novelino)Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap mantan Ketua DPRD Kabupaten Tulungagung, Supriyono. Penahanan dilakukan karena Supriyono diduga terjerat kasus dugaan korupsi pembahasan, pengesahan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran 2015-2018.

Supriyono --yang kini merupakan anggota DPRD Tulungagung periode 2019-2024 terpilih-- ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Senin (13/5) lalu.

"Dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan selama 20 hari ke depan di Rutan cabang KPK di K4," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (7/11).

Dalam perkara ini, KPK menduga Supriyono menerima uang sejumlah Rp4,88 miliar dari Bupati Tulungagung periode 2013-2018 Syahri Mulyo. Kasus ini merupakan pengembangan perkara dari Operasi Tangkap Tangan pada 6 Juni 2018 yang menjaring Syahri Mulyo.

Syahri sendiri sudah divonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya dengan hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp700 juta dalam kasus suap infrastruktur. Selain itu, hakim mencabut hak politiknya.

Febri menjelaskan dalam persidangan Syahri, terungkap uang yang diberikan kepada Supriyono untuk biaya unduh anggaran Bantuan Provinsi dan praktik uang mahar untuk mendapatkan anggaran baik Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, maupun Bantuan Provinsi yang dikumpulkan dari uang fee para kontraktor.

Supriyono disangkakan melanggar Pasal 2 huruf a atau huruf b atau pasal 11 atau pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.



Share:

Tak Ada Pidana, Polres Bekasi Lepas 92 Diduga Preman Parkir

Tak Ada Pidana, Polres Bekasi Lepas 92 Diduga Preman Parkir Ilustrasi pengamanan preman. (ANTARA FOTO/Jafkhairi)

Polres Metro Bekasi memulangkan 92 orang yang sebelumnya diamankan dalam razia parkir ilegal dan pungutan liar (pungli). Namun, patroli tetap dilakukan 24 jam untuk mencegah aksi premanisme.

Sebelumnya, Polrestro Bekasi menjaring 92 preman dalam razia di sejumlah wilayah pada Selasa (5/11). Hal ini terkait dengan video soal ormas berdemo meminta jatah pengelolaan parkir di minimarket di Bekasi yang menjadi viral di media sosial.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Bekasi Kompol Arman mengatakan puluhan preman tersebut tidak bisa ditindak secara hukum karena tidak ditemukan pelanggaran. Mereka, katanya, hanya diidentifikasi dan dipulangkan selang 24 jam dari penangkapan.
"Karena tidak ada [pidana] kita hanya amankan 24 jam. Tapi [razia] itu akan terus kita laksanakan untuk memberikan rasa aman. [Sebelum dipulangkan mereka] diidentifikasi dulu, foto, sidik jari. Jadi kalau sewaktu-waktu ada masalah kita gampang," demikian keterangan Arman, Kamis (7/11).

Ia pun memastikan jajaran kepolisian di wilayah itu tetap melakukan patroli premanisme.

"Jadi seluruh polsek dan polres serentak kemarin dari pagi sampai siang melakukan patroli yang ditingkatkan di jalan-jalan," ujarnya.

Terpisah, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono di Polda Metro Jaya mengatakan seluruh jajarannya tengah meningkatkan pengamanan operasi pungli.

"Kan kita memasuki kegiatan rutin [patroli] kita tingkatkan. Kemarin di Bekasi misalnya ada mengamankan puluhan preman itu sendiri kita cek," ujarnya.

Di wilayah Jakarta sendiri kepolisian sudah menindak premanisme di sejumlah tempat. Kemarin, Polsek Kalideres meringkus 30 orang yang diduga melakukan pungli dengan kekerasan di Daan Mogot, Jakarta Barat.

Mereka diamankan karena meminta uang secara paksa kepada pengendara yang melintas dengan cara melempari mobil dan melukai sopir.

Polsek Kebon Jeruk juga mengamankan 17 orang yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) di area parkir minimarket dalam operasi pemberantasan premanisme.

Selain mengamankan 92 orang, Polrestro Bekasi juga menetapkan seorang anggota ormas sebagai tersangka kasus premanisme karena meminta jatah parkir sambil mengancam dengan menggunakan senjata tajam. Polisi menyita sebilah golok dari tersangka.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107204149-12-446512/tak-ada-pidana-polres-bekasi-lepas-92-diduga-preman-parkir
Share:

4 Polisi Penculik WNA Inggris Ditahan di Polda Metro Jaya


4 Polisi Penculik WNA Inggris Ditahan di Polda Metro Jaya Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono. (CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati)

Empat orang berstatus polisi yang diduga terlibat dalam penculikan dan penyekapan warga negara asing (WNA) asal Inggris bernama Matthew Simon Craib telah ditahan di rumah tahanan (rutan) Polda Metro Jaya.

"Tentunya kan anggota (polisi) dan warga sipil sudah kita lakukan penahanan dan semuanya akan kita proses. Kita tunggu saja bagaimana proses tersebut," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (7/11).

Kendati demikian, Argo belum dapat menjelaskan secara rinci mengenai perkembangan kasus itu, termasuk motif dari empat polisi tersebut dalam melakukan penculikan terhadap WNA. Argo mengatakan pengungkapan kasus tersebut akan dilakukan setelah semua berkas rampung dan dikirimkan ke kejaksaan.
"Berkas jadi dikirim ke jaksa, baru kita sampaikan semuanya," tambah dia.

Sebelumnya, pada Senin (4/11), Argo menerangkan pembongkaran kasus penculikan WNA itu bermula pada laporan yang dibuat rekan korban, Vitri Lugvuanty. Laporan tersebut teregister dalam nomor laporan LP/7002/X/2019/PMJ/Dit. Reskrimum, tanggal 31 Oktober 2019.

"Pada tanggal 29 Oktober 2019, korban Matthew Simon Craib memberitahukan kepada pelapor jika yang bersangkutan akan bertemu dengan seseorang untuk urusan pekerjaan," tutur Argo menjelaskan kronologi yang disampaikan pelapor, Senin (4/11).

Kemudian pada 30 Oktober, kata Argo, Craib sempat mengabari Vitri sedang dalam perjalanan pulang sekitar pukul 02.00 WIB. Namun, Vitri mengaku bahwa Craib tidak kunjung datang.

Pasal yang disangkakan dalam laporan itu adalah Pasal 328 KUHP dan atau Pasal 333 KUHP dan atau Pasal 368 KUHP tentang Tindak Pidana Penculikan dan atau Merampas Kemerdekaan Seseorang dan atau Pemerasan.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107191527-12-446453/4-polisi-penculik-wna-inggris-ditahan-di-polda-metro-jaya
Share:

Polisi Selidiki Unsur Pidana Laporan Kasus Novel Rekayasa


Polisi Selidiki Unsur Pidana Laporan Kasus Novel Rekayasa Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono. (CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati).

Polda Metro Jaya akan mendalami laporan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan yang dilakukan politikus PDI Perjuangan Dewi Tanjung. 
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, pendalaman untuk mengetahui lebih jauh ada tidaknya unsur pidana seperti yang dilaporkan Dewi.

"Kalau memenuhi unsur pidana kita naikkan status jadi tingkat penyidikan. Tapi kalau tidak memenuhi unsur pidana perkara tersebut kita hentikan," ujarnya kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Gatot Soebroto, Jakarta Selatan pada Kamis (7/11).

Argo menjelaskan terkait laporan ini pihaknya juga akan melakukan pemeriksaan terhadap pelapor, saksi, saksi ahli maupun barang bukti yang diajukan pelapor. Pun demikian dengan terlapor juga akan dipanggil.
"Nanti kelanjutannya kita akan panggil pelapor, saksi-saksi dan terlapor untuk kita minta klarifikasi terkait laporan itu," tutur Argo.

"Untuk agendanya [pemanggilan] kapan, tunggu penyidik," kata Argo.

Novel sebelumnya dilaporkan oleh Politikus PDIP Dewi Tanjung, Rabu (6/11) dengan dugaan pelanggaran Pasal 26 ayat (2) junto Pasal 45 A Ayat (2) UU RI nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 14 A ayat 1 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.

Kasus Novel ini, kata Argo, akan ditangani langsung oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) di bawah Kepala Sub Direktorat (Kasubdit).

Dewi melaporkan ke polisi karena mengaku curiga penyiraman air keras hanya rekayasa Novel. Pasalnya banyak hal yang ia nilai janggal dalam kejadian itu, misalnya soal letak perban Novel yang dililitkan di bagian kepala dan hidung ketika dirawat di RS Mitra Keluarga, Jakarta Utara.

"Kepala yang diperban tapi tiba-tiba mata yang buta," ujarnya di Polda Metro Jaya.

Selain itu ia juga menilai janggal kondisi kulit wajah Novel yang masih mulus setelah disiram air keras.

"Kesiram air panas aja itu pun akan cacat, apalagi air keras," tutur Dewi.

Pun demikian dengan rekaman CCTV, Dewi menduga insiden itu direkayasa lantaran reaksi Novel dalam rekaman itu tak terlihat kesakitan ketika disiram air keras.

"Orang kalau sakit itu tersiram air panas [saja] reaksinya tidak berdiri, tapi akan terduduk jatuh terguling-guling," ujarnya.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107170207-12-446408/polisi-selidiki-unsur-pidana-laporan-kasus-novel-rekayasa
Share:

Eksekusi Mati Tertunda, Jaksa Agung Singgung Grasi Hingga PK


Eksekusi Mati Tertunda, Jaksa Agung Singgung Grasi Hingga PK Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut ada beberapa persoalan dalam pelaksanaan eksekusi mati. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan perbedaan aturan soal permohonan grasi dan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) jadi persoalan dalam melaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati.

Dua hari setelah dilantik sebagai Jaksa Agung, Burhanuddin mengaku akan mengeksekusi terpidana mati.

Namun demikian, kini dia menyebut ada sejumlah hambatan dalam eksekusi mati itu. Pertama, pengajuan permohonan grasi dari terpidana mati yang bisa menunda pelaksanaan eksekusi.
Menurutnya, hal tersebut berbeda dengan ketentuan permohonan grasi dari terpidana yang tak divonis hukuman mati. Bahwa, proses eksekusinya bisa dilakukan tanpa menunggu grasi dikabulkan atau tidak oleh presiden.

Perubahan itu terjadi setelah putusan Mahkamah Konstitusi bernomor NO 107/PUU-XII/2015 yang memutuskan bahwa permohonan grasi merupakan hak prerogatif presiden yang tidak dibatasi waktu pengajuannya.

Ilustrasi Raker di Komisi III DPR.Ilustrasi Rapat di Komisi III DPR. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
"Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan pidana mati. Dengan demikian ketentuan tersebut menjadi sia-sia," kata Burhanuddin dalam Rapat Kerja di Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11).

Kedua, Burhanuddin mempersoalkan aturan pengajuan PK yang berbeda antara Mahkamah Agung (MA) dan MK.

Surat edaran (SEMA) Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana menyebutkan bahwa PK hanya diperbolehkan satu kali.

"Tetapi di dalam putusan Mahkamah Konstitusi, PK bisa lebih dari satu kali dengan pertimbangan ya adalah hak asasi manusia," timpalnya.
"Itu akan menjadi sedikit problema bagi kami untuk melaksanakan eksekusi mati. Karena apa? Para terpidana mati yang sudah PK satu kali harus dipertimbangkan lagi [untuk ditunda eksekusinya] kalau dia mau PK," imbuh Burhanuddin.

Ketiga, lanjutnya, pelaksanaan eksekusi mati juga tidak bisa dilakukan jika belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Menurut Burhanuddin, hal tersebut mengacu pada Pasal 2 ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan Oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.

"Berkaitan dengan berbarengan dengan tindakan pidana, maka tidak dapat dilaksanakan eksekusi pidana mati terlebih dahulu sebelum pelaku lainnya divonis hukuman mati (atau) yang telah berkekuatan hukum tetap," katanya.

Keempat, Burhanuddin mempertimbangkan kondisi kejiwaan terpidana mati jelang pelaksanaan eksekusi. Menurutnya, Kejaksaan Agung berpendapat bahwa terpidana mati yang mengalami sakit jiwa tidak dapat dilakukan ekeskusi mati.

Untuk mencegah unsur kesengajaan penundaan eksekusi terpidana mati dengan alasan terpidana mati mengalami sakit kejiwaan, Kejagung meminta setiap terpidana mati yang hendak dieksekusi harus menyertakan keterangan medis soal penyakit kejiwaannya.

"Pelaksanaan eksekusi mati harus mempertimbangkan kondisi kejiwaan terpidana mati," kata Burhanuddin.

Diketahui, saat ini 274 terpidana mati belum dieksekusi. Rinciannya, 68 orang terpidana mati dalam kasus pembunuhan, 90 orang kasus narkotika, 8 orang kasus perampokan, 1 orang kasus terorisme, 1 orang kasus pencurian, 1 orang kasus kesusilaan, dan 105 orang dalam pidana lainnya.

Sebanyak 26 orang dari 274 orang itu berada di lembaga pemasyarakatan di Jakarta.

Sementara itu, Amnesty lnternational lndonesia mencatat sebanyak 48 narapidana divonis mati pada 2018 dari total 308 orang terpidana mati di Indonesia.



sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191107161357-12-446388/eksekusi-mati-tertunda-jaksa-agung-singgung-grasi-hingga-pk
Share:

Recent Posts