Revisi UU, KPK Emoh Waktu Penyidikan Perkara Dibatasi


Revisi UU, KPK Emoh Waktu Penyidikan Perkara Dibatasi Aksi menentang rencana revisi UU KPK. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan aturan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) yang akan dituangkan dalam revisi UU KPK menyulitkan mereka dalam menangkap penguasa. Padahal kata Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang,  korupsi erat kaitannya dengan kekuasaan yang penanganannya membutuhkan waktu.

Pada UU KPK sebelumnya ditegaskan bahwa KPK tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan kasus yang tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.  Tapi dalam rancangan revisi, KPK dibatasi waktunya untuk menangani perkara korupsi.

Jika dalam satu tahun kasus tidak selesai, KPK diberikan kewenangan untuk menghentikan penyidikan perkara korupsi.

"Korupsi ini berhubungan dengan kekuasaan, kadang-kadang berhubungan dengan rezim. Hari ini terjadi korupsinya mungkin lima tahun lagi baru bisa terbongkar karena rezim masih berkuasa," ujarnya di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (8/9).

Saat koruptor masih menjabat, Rasamala mengatakan akan sulit bagi KPK untuk menangkap mereka karena masih memiliki kekuasaan. Ia memberi contoh kasus yang menimpa mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak yang baru berhasil ditindak setelah ia turun tahta.

"Misalnya di Malaysia. Bagaimana menunggu perdana menteri turun dulu baru kemudian korupsinya bisa dibongkar," katanya.

Rasamala tak habis pikir bagaimana cara KPK menindak apabila pengusutan kasus hanya dibatasi maksimal satu tahun. Ia mengatakan pemberantasan korupsi di Indonesia akan mundur ke belakang apabila pembatasan tersebut terjadi.

"Setelah satu tahun ada penyidikan tidak berhasil karena kebetulan kekuasaan dari pelaku terlalu besar kemudian setelah lewat lima tahun tidak bisa lagi disidik," ujarnya.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190908170450-12-428559/revisi-uu-kpk-emoh-waktu-penyidikan-perkara-dibatasi
Share:

KPK Ungkap 4 Upaya Sistematis Pelemahan Pemberantasan Korupsi


KPK Ungkap 4 Upaya Sistematis Pelemahan Pemberantasan Korupsi Koalisi masyarakat sipil dan mahasiswa melakukan aksi simbolik penutupan lambang KPK dengan kain hitam sebagai bukti pelemahan pemberantasan korupsi akan mati di gedung Merah Putih KPK. Jakarta. Minggu, 8 September 2019. (CNN Indonesia/Andry Novelino)Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut empat upaya pelemahan sistematis terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang mengatakan upaya pertama adalah terkait ketidakjelasan penyelesaian kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan.

Rasamala mengatakan hingga saat ini tidak ada itikad serius untuk mengungkap kasus penyiraman ini. Kasus seolah dibiarkan oleh pemerintah maupun penegak hukum.

"Ada empat paling tidak yang kita catat dari bagaimana sistematisnya ini. Pertama kasus Novel Baswedan sampai hari ini tidak pernah terungkap," kata Rasamala di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (8/9).

Rasamala mengatakan upaya kedua adalah pemilihan calon pimpinan (capim) KPK yang mendapat kritikan dalam proses pemilihan oleh pansel.

"Pemilihan capim mendapatkan catatan dan kritik keras publik terkait dengan profil terkait dengan track record dan catatan dari calon-calon yang disampaikan oleh pansel itu," katanya.

Upaya ketiga adalah pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana oleh DPR yang terkesan terburu-buru. Dalam rancangan tersebut dibahas soal delik korupsi yang tertuang dalam pasal 603 sampai 607.

"Kami memasukkan beberapa catatan dan masalah terkait konsekuensi dan problem-nya terhadap upaya pemberantasan korupsi ke depan yang menurut hemat kami akan mengurangi dan bahkan tidak sama sekali tidak memberikan insentif terhadap upaya pemberantasan korupsi," kata Rasamala.

Upaya keempat adalah revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang tiba-tiba muncul dan menjadi inisiatif dari DPR.

"Empat upaya itu rasanya bukan satu hal yang terlalu berlebihan kalau kemudian kita memotret yang sebagai suatu pola yang sistematis dalam upaya melemahkan upaya pemberantasan korupsi," kata Rasamala.

Share:

Polisi: Veronica Koman Dapat Beasiswa Tapi Tak Beri Laporan


Polisi: Veronica Koman Dapat Beasiswa Tapi Tak Beri Laporan Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan menyebut Veronica Koman raih beasiswa S2 bidang hukum. (CNN Indonesia/Farid)

Polda Jawa Timur (Jatim) mengklaim pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) Veronica Koman mendapat beasiswa S2 bidang hukum di luar negeri namun tak pernah melaporkan pertanggungjawabannya.

Veronica saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan penghasutan insiden Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. Kepolisian mengaku sudah mengetahui keberadaannya, yakni di negeri tetangga.

Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan mengatakan Veronica diketahui tengah mendapatkan beasiswa pendidikan dari Pemerintah Indonesia untuk berkuliah di luar negeri.


Hal itu didapat dari hasil penelusuran penyidik dan hasil kerjasama dengan Kementerian Luar Negeri serta pihak Imigrasi.

"Dan kami sudah bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dengan imigrasi terkait dengan rekening tersebut, karena yang bersangkutan mendapat beasiswa dari negara kita (Pemerintah Indonesia) dan sekolah mengambil bidang S2 Hukum," kata dia, di Mapolda Jatim, Surabaya, Sabtu (7/9).

Aktivis HAM Papua, Veronica Koman.Aktivis HAM Papua, Veronica Koman. (CNN Indonesia/Farid Miftah Rahman)
Lebih lanjut, kata Luki, beasiswa tersebut sudah diterima Veronica sejak 2017. Selama itu pula, lanjutnya, polisi menduga yang bersangkutan tak pernah menyerahkan laporan pertanggungjawaban.

"Yang bersangkutan selama mendapat beasiswa dari tahun 2017 tidak pernah laporan sebagai di mana seorang mahasiswa yang mendapat bantuan mempertanggungjawabkan laporan," kata dia.

Luki menyebut saat ini penyidik telah berhasil melacak dua rekening bank miliki Veronica, yang berada di dalam dan luar negeri.

"Hasil pengembangan dari penyidik berhasil untuk melacak nomor rekening ada dua, baik di Indonesia maupun luar negeri," kata dia.

Tak hanya itu, saat ini polisi tengah melacak keberadaan Veronica. Saat ini ia diketahui tengah berada di luar negeri bersama suaminya yang merupakan Warga Negara Asing (WNA)

"Veronica sekarang tinggal dengan suaminya di negera tersebut, dan suaminya penggiat LSM. Tim Siber Bareskrim juga kami koordinasi dan BIN, karena tersangka menjadi target utama di Jatim, bisa mengungkap terkait kasus yang ada di wisma Kalasan (Asrama Papua)," katanya.


CNNIndonesia.com sudah berusaha mengkonfirmasi terkait informasi beasiswa yang dilontarkan kepolisian tersebut ke Veronica melalui pesan. Namun, hingga berita ini diturunkan, ia belum memberikan respons.

Lewat akun Twitter-nya, Veronica masih mengunggah sejumlah upaya pemerintah dalam meredam masalah Papua. Yakni, unggahan soal surat Polres Karanganyar, Jawa Tengah, kepada SMAN Karangpandan untuk memberi izin 5 siswa warga Papua untuk mengikuti Pagelaran Seni Budaya Nusantara.

Selain itu, ada unggahan soal penangkapan seorang mahasiswa Papua yang diduga terlibat makar, Alexsander Gobay, oleh Polda Papua.

Sebelumnya, pengacara kemanusiaan yang kerap mendampingi aktivis Papua, Veronica Koman, dijerat pasal berlapis dari empat Undang-undang, dari mulai UU ITE hingga antirasialisme. Ia dinilai aktif menyebarkan provokasi melalui akun Twitternya @veronicakoman.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190909070220-12-428625/polisi-veronica-koman-dapat-beasiswa-tapi-tak-beri-laporan
Share:

Penusuk Santri Cirebon Tenggak Tramadol Sebelum Beraksi


Penusuk Santri Cirebon Tenggak Tramadol Sebelum Beraksi Ilustrasi pembunuhan. (Istockphoto/joebelanger)

Wakapolresta Cirebon, Jawa Barat Kompol Marwan Fajrian mengatakan dua pelaku yang menusuk santri Ponpes Husnul Khotimah Kabupaten Kuningan menenggak obat-obatan bernama tramadol sebelum menjalankan aksinya.

Dua tersangka yakni Yadi Surpiyadi (19) dan Rizki Mulyono (18) itu telah dibekuk polisi pada Minggu (8/9) dini hari WIB.

"Kedua pelaku yang berinisial YS dan RM mengakui mengkonsumsi tramadol saat akan beraksi," kata Marwan, Cirebon, Minggu (8/9) seperti dilansir Antara.

Marwan mengatakan dua pelaku itu merupakan warga Kota Cirebon.Dugaan sementara, kata Marwan, pelaku menenggak obat-obatan keras itu sehingga membuatnya berani melakukan pemerasan berujung kekerasan di jalanan protokol Kota Cirebon tersebut.


"Mereka terpengaruh obat juga, sehingga berani mengeksekusi korban di tempat ramai," ujarnya.

Salah satunya aksi yang dilakukan di kawasan Jalan Cipto Mangunkusumo, Cirebon pada Jumat (6/9) pukul 20.30 WIB. Pada hari yang sama, pelaku juga melakukan aksinya sekitar pukul 21.00 WIB di Jalan Kesambi, Cirebon.

Pada aksi yang dilakukan di Jalan Cipto, pelaku memeras korban Muhammad Rozien, 17, lalu menusuk pada bagian dada. Korban kemudian tak dapat diselamatkan nyawanya akibat luka yang diderita saat dibawa ke rumah sakit.

Sementara pada aksi kedua, pelaku tak sampai melukai karena berhasil mendapatkan barang korban lain setelah menodong dengan menggunakan pisau.

"Modusnya pelaku menuduh korban menganiaya rekannya dan nantinya akan dibawa ke tempat sepi untuk dimintai barang berharga, namun korban [Rozien] waktu itu melawan, sehingga pelaku menusuknya," kata Marwan.

Rozien kemudian diidentifikasi sebagai warga Banjar Baru Kalimantan Selatan yang sedang menuntut ilmu sebagai santri di Ponpes Husnul Khotimah Kabupaten Kuningan.

"Dalam sehari itu, tersangka melakukan dua aksi kejahatan yaitu penusukan dan juga perampasan barang milik orang lain," kata Marwan.

Ia menerangkan saat penusukan terjadi itu, Rozien diketahui sedang menunggu kedatangan orang tuanya dari Kalimantan bersama seorang kawannya di Jalan Dr Cipto. Saat itu, 

Dua tersangka kemudian menggunakan modus menuduh Rozien dan kawannya telah menganiaya salah satu teman, padahal maksudnya hendak merampas barang atau uang milik korban.

"Namun korban tidak mau menyerahkan telepon genggamnya, sehingga ditusuk dan meninggal dunia," tutur Marwan.

Setelah melakukan penusukan, kemudian pada sekitar jam 21.00 WIB kedua pelaku menghampiri dua orang, Zainul dan Zulva, yang sedang berjalan di jalan Kesambi, Kota Cirebon, dan mengatakan hal yang senada yaitu "kamu yang mukulin teman saya".

Selanjutnya dua orang itu dibawa tersangka YS dan RM ke suatu tempat dengan modus serupa, kemudian ditodong menggunakan belati yang dibawa agar menyerahkan telepon genggam dan sejumlah uang.

"Kedua tersangka mengancam korban apabila tidak menyerahkan barangnya akan dibunuh," kata Marwan.

"YS merupakan pelaku utama yang menusuk korban dengan pisau belati, sedangkan RM sebagai joki atau pengendara sepeda motor," ujarnya.

Dari tangan tersangka, lanjut Marwan, polisi menyita sebilah pisau belati yang digunakan untuk menusuk korban dan satu unit sepeda motor sebagai alat yang digunakan saat kejadian. Dia menambahkan satu tersangka berinisial YS merupakan residivis kasus yang sama yaitu pencurian dengan disertai ancaman.

"YS baru keluar dari penjara satu setengah bulan yang lalu, dia dihukum atas kasus pencurian dengan kekerasan," katanya.

Atas perbuatannya, kata Marwan, kedua pelaku akan dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 338 KUHP Pidana ancaman 15 tahun penjara dan Pasal 365 dengan ancaman 9 tahun kurungan penjara.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190909070609-12-428631/penusuk-santri-cirebon-tenggak-tramadol-sebelum-beraksi
Share:

Viral Polisi Arogan, Propam Disebut Lakukan Klarifikasi


Viral Polisi Arogan, Propam Disebut Lakukan Klarifikasi Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menyebut aksi koboy diduga oknum polisi di Glodok diselidiki propam. (CNN Indonesia/Patricia Diah Ayu Saraswati)

Sebuah video viral di media sosial yang menunjukkan aksi seseorang yang diduga merupakan oknum anggota polisi.

Aksi arogan itu dilakukan terhadap seorang sekuriti di sebuah hotel di daerah Jakarta Barat.

Terkait video itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) bakal melakukan penyelidikan.

"Sedang diklarifikasi oleh Propam," kata Argo saat dikonfirmasi, Senin (9/9).

Argo masih enggan berkomentar lebih jauh terkait video tersebut. Ia menyebut masih menunggu hasil penyelidikan dari Propam.

Ilustrasi penodongan.Ilustrasi penodongan. (Istockphoto/emmy-images)
"[Kronologinya] tunggu dari Propam," ujar Argo.

Video aksi arogan diduga oknum anggota polisi itu, salah satunya diunggah akun Youtube bernama camera intel. Unggahan berjudul 'Oknum Polisi yang Arogan di Taman Sari' itu menampilkan sebuah video rekaman CCTV.

Pada video berdurasi 1 menit 36 detik itu, terlihat bahwa rekaman CCTV itu diambil pada 6 September 2019 sekitar pukul 14.55 WIB.

Dalam unggahan itu, turut disertakan keterangan bahwa aksi itu terjadi di halaman parkir My Hotel, Glodok, Jakarta Barat.

Dijelaskan, bahwa saat itu seorang sekuriti tengah mengatur atau merapikan parkiran hotel. Namun, tiba-tiba sekuriti itu dipukul oleh seorang oknum polisi.

"Pada tanggal 6 September 2019 sekitar pukul 14.55 TKP halaman parkir My Hotel Glodok jakarta barat. Seorang security yang tengah mengatur atau merapikan parkiran hotel tanpa ada penyebab tiba2 diduga dipukul oleh seseorang yang menurut informasi adalah seorang kanit reskrim polsek tamansari jakarta barat (info nma dari hasil pengaduan polda metro jaya).

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190909083109-12-428642/viral-polisi-arogan-propam-disebut-lakukan-klarifikasi
Share:

KPK Minta Jokowi Tegas Bersikap soal Dewan Pengawas


KPK Minta Jokowi Tegas Bersikap soal Dewan Pengawas Jokowi diminta tegas soal rencana pembentukan Dewan Pengawas. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Presiden Joko Widodo tegas dan lugas menolak revisi RUU Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, khususnya tentang Dewan Pengawas yang akan mengawasi KPK dalam pemberantasan korupsi. 

Dewan pengawas memiliki banyak wewenang dalam proses perizinan yang harus  dilakukan KPK, salah satunya adalah izin penyadapan. 

"Menurut saya presiden mesti tegas. Ini momentumnya presiden harus menyampaikan dengan tegas. Bicara dewan pengawas apalagi pengawasan terhadap penyadapan," kata Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK Rasamala Aritonang di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (8/9).


Rasamala mengatakan lembaga yang melakukan penyadapan tak hanya KPK. Ia meminta apabila memang penyadapan diatur, lembaga lainnya juga harus diatur untuk menjaga keadilan. 


"Yang melakukan penyadapan bukan hanya KPK, kepolisian juga, kejaksaan juga. Artinya semua kalo mau diatur, diatur sama. Makanya RUU Penyadapan sudah bergulir sebenarnya," ujarnya. 

Rasamala mengatakan dalam RUU penyadapan dibahas pengawasan dalam penyadapan. Oleh karena itu, ia merasa aneh apabila hanya penyadapan KPK yang diatur. 

"Kalau kemudian salah satu fungsi dari Dewan Pengawas adalah memberikan izin terhadap penyadapan. Pengawasan lain, KPK bertanggungjawab terhadap publik diawasi langsung oleh DPR, BPK dan Presiden itu pasal 20 UU KPK," tuturnya. 

Rasamala lebih lanjut mengatakan sistem pengawasan tersebut sudah berjalan dengan efektif. Sehingga ia mengatakan seharusnya pengawasan tersebutlah yang seharusnya diimplementasikan. Justru ia mempertanyakan kinerja DPR dalam pengawasan KPK. 

"Agak aneh kalau muncul pemikiran membuat dewan pengawasan yang baru, Apakah fungsi pengawasan yang harusnya dilakukan oleh DPR tidak berjalan dengan baik karena ketidakmampuan DPR atau apa," kata Rasamala. 

Wewenang Dewan Pengawas lainnya adalah soal pemberian izin penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan, sampai melaporkan perkara yang belum selesai dalam kurun waktu satu tahun.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190908185923-12-428567/kpk-minta-jokowi-tegas-bersikap-soal-dewan-pengawas
Share:

Kronologi Pemerasan Berujung Pembunuhan Santri di Cirebon


Kronologi Pemerasan Berujung Pembunuhan Santri di Cirebon Ilustrasi pembunuhan. (Istockphoto/ilbusca)

Petugas polisi Polresta Cirebon telah membekuk dua pelaku penusukan yang mengakibatkan seorang santri, Muhammad Rozien (17), tewas pekan lalu.

Wakapolresta Cirebon Kompol Marwan Fajrian mengatakan pelaku penusukan itu ditangkap pada Minggu (8/9) dini hari di kota tersebut.

Dua tersangka yakni Yadi Surpiyadi (19) dan Rizki Mulyono alias Nono (18) merupakan warga Kelurahan/Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon, Jawa Barat. Sementara korban, Rozien adalah warga Banjar Baru Kalimantan Selatan yang sedang menuntut ilmu sebagai santri di Ponpes Husnul Khotimah Kabupaten Kuningan.


"Yang melakukan penusukan itu YS, sedangkan RM sebagai pengendara sepeda motor atau joki," ujar Marwan saat gelar perkara di Cirebon, Minggu (8/9) seperti dilansir Antara.

Marwan menerangkan jajaran Satreskrim Polresta Cirebon terpaksa menembak dua pelaku penusukan terhadap santri Ponpes Husnul Khotimah karena melawan saat akan ditangkap.

"Kedua pelaku kita tindak tegas [tembak] bagian kakinya, karena mencoba melawan petugas," kata Marwan.

Ia menerangkan, pelaku saat akan ditangkap mencoba melarikan diri dan melawan petugas yang menyergapnya.

"Namun dengan kesigapan petugas, para pelaku tidak sempat kabur, karena dihadiahi timah panas terlebih dahulu dan langsung tersungkur," kata Marwan.

Dari tangan tersangka, lanjut Marwan, polisi menyita sebilah pisau belati yang digunakan untuk menusuk korban dan satu unit sepeda motor sebagai alat yang digunakan saat kejadian.

Dia menambahkan satu tersangka berinisial YS merupakan residivis kasus yang sama yaitu pencurian dengan disertai ancaman.

"YS baru keluar dari penjara satu setengah bulan yang lalu, dia dihukum atas kasus pencurian dengan kekerasan," katanya.

Penusukan di Jalan Protokol Cirebon

Sebelumnya, Kapolresta Cirebon AKBP Roland Ronaldy menjelaskan kronologi kejadian pemerasan berujung penusukan yang mengakibatkan Rozien tewas pada Jumat (6/9) malam.

"Saat kejadian, korban bersama rekannya sedang menunggu ibu kandungnya yang akan menghadiri pertemuan wali santri," kata Roland di Cirebon, Sabtu (7/9).

Penusukan tersebut, katanya, terjadi di Jalan dr Cipto Mangunkusumo, Kota Cirebon, Jumat (6/9) malam sekitar pukul 20.30 WIB. Pelaku, kata Roland, menggunakan modus seolah-olah korban telah menganiaya temannya sebelum meminta paksa barang atau uang.

Sementara rekan korban berusaha mencari bantuan kepada warga sekitar, sebab pelaku membawa senjata tajam dan mengarahkannya kepada korban. Setelah kembali dengan bantuan warga sekitar, ternyata korban sudah tersungkur bersimbah darah sambil memegang dada kanannya.

Saat itulah, ibu kandung korban sampai di lokasi dan mendapati sudah berdarah, kemudian langsung melarikannya ke RSD Gunung Jati Kota Cirebon.

"Akan tetapi setelah tiba di UGD RSD Gunung Jati nyawa korban tidak tertolong karena kehabisan darah," kata Roland.

Setelah melakukan pemerasan dan penusukan atas Rozien, pelaku kembali melakukan aksi pemerasan dengan modus serupa di kawasan Kesambi, Kota Cirebon.

Kemarin, Marwan mengatakan sekitar pukul 21.00 WIB, dua pelaku menghampiri dua orang, Zainul dan Zulva, di Jalan Kesambi dan menuduh kawannya telah dipukuli mereka.

Selanjutnya dua orang yang bernama Zainul dan Zulva dibawa oleh tersangka YS dan RM ke suatu tempat, kemudian ditodong menggunakan pisau belati yang dibawa, agar keduanya menyerahkan telepon genggam dan sejumlah uang.

"Kedua tersangka mengancam korban apabila tidak menyerahkan barangnya akan dibunuh," kata Marwan.

Korban pun karena intimidasi senjata tajam akhirnya menyerahkan ponsel dan uang kepada pelaku.

Marwan mengatakan dari hasil pemeriksaan sementara YS dan RM di bawah pengaruh obat-obatan kerasa saat melakukan aksinya pada Jumat lalu.

"Kedua pelaku yang berinisial YS dan RM mengakui mengkonsumsi tramadol saat akan beraksi," kata Marwan.

Oleh karena itu, sambungnya, dugaan sementara, kata Marwan, pelaku menenggak obat-obatan keras itu sehingga membuatnya berani melakukan pemerasan berujung kekerasan di jalanan protokol Kota Cirebon tersebut.

Atas perbuatannya, kata Marwan, kedua pelaku pemerasan dan pembunuhan itu akan dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 338 KUHP Pidana ancaman 15 tahun penjara dan Pasal 365 dengan ancaman 9 tahun kurungan penjara.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190909090101-12-428649/kronologi-pemerasan-berujung-pembunuhan-santri-di-cirebon
Share:

207 Dosen UGM Teken Petisi Tolak Revisi UU KPK


207 Dosen UGM Teken Petisi Tolak Revisi UU KPK Ilustrasi UGM. (Detikcom/Bagus Kurniawan)

Ratusan dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) membuat petisi untuk menolak revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau revisi UU KPK karena menilai ada upaya pelemahan terhadap komisi antirasuah.

Guru Besar di Fakultas Hukum UGM Sigit Riyanto menuturkan petisi dibuat pada Sabtu (7/9) malam dan hingga pagi ini telah diteken lebih dari 207 dosen.

Aksi penolakan terhadap revisi UU KPK, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/9).Aksi penolakan terhadap revisi UU KPK, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/9). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
"Itu spontanitas dari semua teman-teman, prihatin atas situasi yang terjadi. Itu (petisi) dibuat secara kebersamaan saja. Dari UGM sudah ada 207 dosen," kata Sigit saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (9/9).


Sigit menjelaskan tindakan itu ditempuh lantaran dirinya melihat revisi UU KPK dipenuhi oleh pasal-pasal yang ke depannya bakal melemahkan fungsi kinerja lembaga antirasuah tersebut. Misalnya, pembentukan dewan pengawas, independensi KPK yang terancam, sumber penyelidik dan penyidik dibatasi, hingga perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria.

Dia menambahkan tidak menutup kemungkinan petisi akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Sigit tidak menjelaskan kapan tepatnya petisi bakal diserahkan. Hanya saja, kata dia, petisi bakal dilayangkan sebelum Jokowi merespons revisi UU KPK yang kini sudah menjadi usul inisiatif DPR.

"Ada beberapa kemungkinan kalau memang kita harus menyerahkan ke presiden, iya. Itu juga kita ingin sampai ke publik," tukas dia.

Pimpinan KPK sendiri memastikan telah mengirimkan surat kepada Jokowi terkait revisi UU KPK. Surat tersebut dikirimkan pimpinan KPK ke Jokowi pada Jumat (6/9) ini.

"Surat sudah dikirim," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo saat dikonfirmasi, Jumat (6/9).

Seluruh fraksi di DPR menyepakati untuk mengusulkan rencana revisi UU KPK.Seluruh fraksi di DPR menyepakati untuk mengusulkan revisi UU KPK. (Adhi Wicaksono)
Dalam surat yang ditandangani oleh lima pimpinan KPK, lembaga antirasuah itu meminta Jokowi mendengar dan mempertimbangkan pendapat para ahli dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi ihwal revisi UU KPK yang diusulkan DPR.

Intinya, KPK meminta Presiden tidak mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) guna membahas revisi UU KPK dengan DPR.

"Mohon Presiden tidak mengirimkan Surpres," kata Agus.

Sebelumnya, DPR telah sepakat mengambil inisiatif revisi UU KPK. Para wakil rakyat itu telah menyusun draf rancangan revisi UU KPK dan disetujui dalam rapat Baleg. Setidaknya terdapat enam poin pokok perubahan dalam revisi UU KPK.

Poin-poin pokok itu antara lain berkaitan dengan keberadaan dewan pengawas, aturan penyadapan, kewenangan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), status pegawai KPK, kedudukan KPK sebagai penegak hukum cabang kekuasaan eksekutif, dan posisi KPK selaku lembaga penegak hukum dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia.

Rencana revisi UU KPK ini langsung dikritik oleh sejumlah pihak, mulai dari Indonesia Corruption Watch (ICW) sampai KPK sendiri. Bahkan Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan bahwa KPK sedang berada di unjuk tanduk.


Sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190909105409-12-428677/207-dosen-ugm-teken-petisi-tolak-revisi-uu-kpk
Share:

Recent Posts